Di
satu sisi, mungkin kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bisa
menjadi solusi atas penghematan anggaran hingga Rp 26 triliun. Namun, di sisi
lain kenaikan harga minyak ini akan menyebabkan kesengsaraan rakyat.
Kehidupan ekonomi masyarakat akan memburuk.
Kehidupan ekonomi masyarakat akan memburuk.
Tarif
angkutan barang, misalnya, diperkirakan akan naik sekitar 30 persen bila
kenaikan harga bahan bakar minyak diberlakukan. Harga suku cadang kendaraan
bermotor, harga ban, dan harga pelumas juga akan naik. Biaya tinggi di
pelabuhan penyeberangan serta infrastrukturnya tak luput menjadi penyumbang
tingginya biaya operasional angkutan barang.
Bahkan,
di Bekasi, sekitar 1.000 angkot akan mati, tidak beroperasi. Seperti yang
dikatakan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Organda Kota Bekasi Indra Hermawan bahwa
pengoperasian sekitar 25 persen dari jumlah armada angkutan kota (angkot) di
Kota Bekasi diperkirakan dihentikan. Sejumlah pengamat pun mengatakan bahwa
tarif angkutan umum darat diprediksi akan mengalami kenaikan hingga 20 persen
apabila BBM jenis premium dan solar mengalami kenaikan Rp 1.000 hingga Rp
2.000. Hal ini disebabkan kenaikan tarif angkutan tetap menyesuaikan kenaikan
harga BBM.
Para
nelayan di beberapa wilayah di Tanah Air dipastikan tidak bisa menghindari
kebijakan ini. Mereka dihantui melonjaknya biaya operasional untuk menangkap
ikan. Padahal, biaya bahan bakar mencapai 70 persen dari seluruh biaya
operasional kapal selama melaut. Maka tak heran, mereka menolak kenaikan harga
BBM. Inilah dampak dari kebijakan pemerintah yang menyengsa rakan rakyat.
Kebijakan yang tidak prorakyat.
Kebijakan
ini tentu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan besar. Apakah pemerintah beserta
jajarannya sudah memikirkan semua dampak kebijakan menyengsarakan ini? Apakah
Presiden SBY sebagai pemimpin rakyat Indonesia mendengar jeritan para nelayan,
sopir angkot, atau rakyat jelata yang harus menanggung mahalnya harga-harga
kebutuhan pokok akibat kenaikan BBM?
Tak
bisa dipungkiri bahwa subsidi bahan bakar minyak (BBM) bagi masyarakat kecil
memang sangat penting. Apa pun kebijakan yang diambil pemerintah seharusnya
tidak membawa malapetaka bagi rakyat yang memang sudah sengsara. Para pemimpin
di negeri ini perlu melihat realitas kehidupan rakyat di lapangan. Sudah
menjadi suatu kewajiban bagi negara untuk mengusahakan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyatnya.
Politik Pencitraan
Berkenaan
dengan kenaikan tersebut, pemerintah akan memberikan kompensasi kepada rakyat
yang terkena dampak langsung terkait kenaikan harga BBM berupa bantuan langsung
tunai (BLT). Bukankah ini hanya sebagai politik pencitraan yang sedang
dimainkan Presiden SBY dalam mengelabuhi rakyat Indonesia atau sebagai strategi
mengembalikan citra partai penguasa (Partai Demokrat) yang sedang puruk untuk
Pemilu 2014 saja?
Menurut
hemat saya, memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai kompensasi penaikan
harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi hanyalah akalakalan pemerintah. Bukankah
pemerintah sudah memiliki program bantuan langsung untuk orang miskin? Bukankah
ini malah berpotensi menimbulkan kemerosotan moral (moral hazard), yaitu orang yang mengaku miskin semakin banyak?
Ditambah lagi, pemerintah belum memiliki data yang meyakinkan terkait jumlah
orang miskin di Indonesia.
Bahkan,
yang lebih menggelikan adalah kata-kata yang meluncur dari mulut Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, “Maaf kepada rakyat Indonesia karena harga
BBM akan naik.“ Segampang itukah penguasa dalam membujuk hati rakyat? Yang
dibutuhkan sekarang adalah peraturan dan realisasi konkret yang langsung datang
dari pemerintah itu sendiri. Yang pasti, rakyat kecil harus diutamakan.
Pemerintah
seharusnya berusaha lebih dulu berupaya keras menutup beban subsidi BBM dengan
menggenjot pendapatan, bukan memberlakukan kebijakan yang akhirnya membuat
rakyat mencak-mencak. Kita tidak bisa menghindar bahwa inflasi pasti akan
terjadi, harga-harga kebutuhan pokok naik dan ini menjadi beban masyarakat
kecil.
Di
sinilah kita menyaksikan kedodoran pemerintah. Berbagai cara pun dikaji untuk
menekan angka subsidi, namun hingga saat ini belum ada hasilnya. Tapi yang
jelas, rakyat Indonesia masih belum bisa lepas dari subsidi BBM. Rakyat masih
sangat membutuhkan harga BBM yang murah.
Oleh
karena itu, pemerintah harus sungguh-sungguh memprioritaskan kepentingan dan
kesejahteraan rakyat. Jangan sampai penarikan subsidi BBM hanya menimpa rakyat
kecil. Sementara, hanya segelintir orang yang menikmati subsidi BBM. Pemerintah
jangan sampai mengorbankan kesejahteraan rakyat. Pemerintah perlu mengutamakan golongan moda transportasi umum.
Kita
tidak bisa mengelak kenaikan harga BBM akan berpengaruh terhadap kegaduhan
ekonomi, sosial, dan politik. Penimbunan BBM kemungkinan besar akan marak. Hal
ini harus menjadi fokus perhitungan pemerintah, termasuk risiko-risiko dalam
pembuatan kebijakan.
Dalam kondisi seperti ini, rakyat Indonesia
harus bersikap kritis terhadap segala bentuk kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah, terutama berkenaan dengan BBM ini. Masyarakat perlu ikut mengkaji,
menelaah, dan mengawasi secara menyeluruh dampak kebijakankebijakan penarikan
subsidi BBM. Kita harus membaca secara cerdas bantuan langsung tunai (BLT) yang
mungkin hanya untuk membangun citra SBY sebagai ketua dewan pembina Partai
Demokrat, yang tak lain adalah partai penguasa.
Sumber:
REPUBLIKA, 14 Maret 2012
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !